Wajah Riana tersenyum dan tampak berseri-seri. Pagi-pagi sudah menikmati cokelat pemberian Yana, teman sekantornya. Ia hanya heran mengapa Yana memberikan cokelat dengan cara yang aneh. Dari kejauhan ia melihat saat Yana meletakkan dengan begitu saja di meja kerja Riana. Apalagi, sebagai karyawan baru, Riana masih dalam masa penyesuaian. Namun, ia merasa sudah ada sambutan yang luar biasa dari salah satu teman pria di kantornya. Sungguh di luar dugaan.
Yang lebih aneh lagi, pemberian cokelat yang kedua ini dilengkapi dengan bunga mawar. Hati Riana makin berbunga-bunga. Biarlah rasa ini ia simpan. Ia belum berani menyapa Yana lewat media sosial mana pun. Ia tidak sabar, sangat menantikan saatnya Yana mengajaknya untuk jalan berdua. Tidaklah mengapa sekadar makan bakso di pinggir jalan.
Pikiran Riana melayang akan kenanagan pahitnya ditinggal sang kekasih. Pekerjaanlah yang memisahkan mereka. Sudah tiga tahun kekasihnya bekerja di Jepang, tanpa kabar sedikit pun. Bahkan medsosnya pun tak pernah terlacak. Dalam kehampaan, Riana mencoba membuka hati untuk pria lain.
"Terima kasih Ya Tuhan, Kau kirimkan sosok Pak Yana sebagai pengganti separuh hatiku yang hilang. Pak Yana sangat gagah dan perhatian. Aku siap seandainya ia segera mengajakku untuk menjalin hubungan yang lebih serius,” bisik Resti.
Menjelang siang, semua karyawan tengah sibuk dengan rutinitas mereka di meja masing-masing. Demikian juga Riana dan Yana. Sesekali Riana melirik ke arah Yana. Namun, Yana tidak sedetik pun membalas perhatian Riana. Hal ini membuat Riana makin gemas, ia merasa diberi permainan yang mengasyikkan.
“Pak Yana, dicari istri di ruang tunggu. Katanya ada perlu mendesak,” kata Pak Aryo.
Bagai disambar geledek, Riana kaget mendengarnya. Matanya melotot, alisnya melangit, jantungnya seperti mau copot. “Pak Yana sudah beristri?” ucapnya membuat seisi ruang menoleh.
“Bu Riana belum tahu? Anaknya sudah mau empat, Bu?” ucap Bu Hani yang duduk di belakang Riana. Mendengar penjelasan yang lain, Riana hanya tersenyum pahit.
“Yana menggodamu, ya? Biar saya hajar nanti si Yana!” goda Pak Amir, karyawan senior diikuti gelak tawa yang lain. “Gayamu, Pak!”
Menjelang pukul 4, kantor mulai hening, satu persatu karyawan menuju rumah masing-masing. Riana pun tidak ketinggalan. Dia sengaja ingin menyampaikan sesuatu kepada Yana. Dan Yana, tepat sekali, Yana juga sudah persiapan pulang. Tepat di depan meja Riana, Riana memberanikan diri untuk bertanya.
“Pak Yana, maaf. Ternyata sudah punya istri?”
“Iya, Bu. Ada apa?” jawab Yana tenang.
“Mengapa berbuat setega itu kepada saya, Pak?”
“Maksud Bu Riana? Apakah saya membuat Bu Riana sakit hati?”
“Apa artinya pemberian cokelat untuk saya, Pak? Malah kemarin ada setangkai bunga mawar?”
“Maaf, Bu. Saya sering kepentok ujung meja Pak Amir setiap lewat sehingga tas saya mau jatuh. Spontan barang yang saya pegang saya letakkan di meja Bu Riana untuk membetulkan tas saya. Setelah itu lupa, cokelat-cokelat itu sebenarnya untuk anak saya. Dan, yang kemarin ada bunga mawar, itu… itu untuk istri saya yang berulang tahun. Tertinggal juga di meja Bu Riana. Maafkan.”
***


Posting Komentar