"Apa pun jenis kurikulum, gurulah yang berada di garda terdepan untuk keberhasilan pendidikan," demikianlah pengantar dari narasumber. Sepuluh, dua puluh, dan tiga puluh menit berlalu, peserta antusias menyimak setiap kalimat yang sarat makna dan nasihat dari narasumber. Layaknya stand up comedi, pecah di sana sini gelak tawa peserta.
"Wah, kuat ya. Narasumber, Bu Nur Fitriana, M.A, dari tadi berbicara?" bisik salah satu peserta kepada teman yang duduk di samping. Namun, rupanya materi yang disampaikan dominan "omon-omon", kata beliau, justru sangat mengena dan mudah dipahami.
Ulasan karakter guru mengalir tas tes seputar sikap keseharian guru, beliau sampaikan dengan sangat gamblang. Apalagi, dengan logat Jawa Timuran. Karena nyata dan sering dijumpai atau bahkan dilakukan, spontan peserta pun tertawa. Apalagi yang merasa tersindir, seperti peci miring, baju belum disetrika, kaus kaki bolong, bau badan, motor tidak dicuci, dan lain-lain.
Selain logat Jawa timuran, beliau sesekali menunjukkan kehalusan tutur dan sikap menunjukkan bahwa beliau lama tinggal di Jogjakarta, berkantor di BBGP DIY, Kemendikbud.
Materi ini lebih ke arah instrospeksi diri. Mulai dari cara peserta berpakaian, bertutur kata, berjalan, termasuk senyum yang ternyata ada 4 rumus. Senyum saat tidak ada orang, senyum ada orang, senyum merespon lawan bicara, dan senyum merespon hal yang lucu atau spontan. "Guru itu harus jago akting dan pencitraan," kata narasumber.
Selain itu, sebagai guru terutama wali kelas, semestinya bisa mengajari dan mencontohkan banyak hal, termasuk mengajari siswa mencuci taplak meja kelas dan peka terhadap sawang atau lamat di tiap sudut ruang. Hal-hal yang sederhana, tetapi ternyata semua penting itu beliau sampaikan dengan ringan dan sangat mengundang tawa.
Menurut beliau, P5 yang sederhana perlu disampaikan. Contohnya siswa praktik melipat baju, memetik kacang panjang atau bayam, dan mencuci piring juga sepatu. Hal ini merupakan keterampilan yang perlu anak-anak miliki putra dan putri. Suatu saat pasti bermanfaat, terutama bila menjumpai keadaan darurat. Bu Fia, nama panggilan narasumber, mencontohkan saat gempa dan tsunami di Jogja beberapa tahun lalu, orang-orang harus praktik survive.
Hari kedua narasumber mengupas tentang hubungan antarrekan kerja, misalnya saling support dan saling mengenal lebih dalam. Narasumber juga mengingatkan tentang maraknya perundungan yang dilakukan antarsiswa juga guru ke siswa. Guru menjadi sosok terpenting untuk mengurangi perundungan yang terjadi di kalangan siswa. Terakhir, materi pentingnya kita menjaga data pribadi dan keterampilan mengoptimalkan kecanggihan teknologi untuk mengembangkan diri.
Peserta sungguh mendapatkan pencerahan dalam pelatihan dua hari ini, 13 - 14 Juli 2024 di Aula SMP Al Irsyad Purwokerto guna memaksimalkan pelayanan pendidikan. Pelatihan yang diikuti SDM SD, SMP, dan SMA ini pun ditutup dengan game kelompok menggunakan aplikasi yang sangat seru dan berkesan*
Purwokerto, 16 Juli 2024


Posting Komentar