Alhamdulillah Ananda mengerjakan ujian dengan tenang.
Demikian satu kalimat yang saya kirim ke WA pribadi semua orang tua siswa, lengkap dengan foto anaknya. Tepatnya saya foto 5 menit sebelum waktu ujian habis. Ada yang salah dengan kalimat itu? Rupanya beberapa respon yang saya terima, dua di antaranya berbunyi, “Apakah biasanya grusah grusuh, Ust?” Salah satu dengan kalimat senada, “Apakah bisanya tidak tenang?”
Tanggapan itu tidak ada yang salah karena memang kadang terjadi hal seperti itu dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Ah, saya jadi ingat dengan materi Sosiolinguistik di kampus. Apa itu Sosiolinguistik? Simak lagi contoh kalimat berikut.
“Ya ampun, kamu cantik sekali hari ini?” Apa tanggapan orang yang dipuji? Bisa saja ia mengatakan dengan wajah tersipunya, “Terima kasih,” atau hanya sekadar, “Masa, sih?” Namun, bagaimana perasaan kita jika penerima pujian menanggapi dengan nada sedikit tinggi, “Oh, begitu? Memang biasanya aku gak cantik, sih!” Si pemuji pun menundukkan kepala dan tentu saja ada rasa penyesalan.
Pernah juga saya mengalami sendiri memuji orang saat melihat fotonya di majalah sekolah. “Ustazah, cantik banget ini di majalah.” Sudah terbanyang bagaimana tanggapannya? Ya, dia spontan menjawab, “Aslinya tidak cantik, ya?” Meski terucap dengan tersenyum, jelas saya merasa bersalah.
Menurut Wikipedia, sosiolinguistik ialah subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan antara bahasa dan masyarakat. Dengan kata lain, sosiolinguistik mempelajari pemakai dan pemakaian bahasa, tempat pemakaian bahasa, tata tingkat bahasa, berbagai akibat dari adanya kontak dua bahasa atau lebih, dan ragam serta waktu pemakai ragam bahasa.
Ya, dalam bermasyarakat, pemilihan satu dua kata saja bisa diartikan berbeda. Itulah mengapa kalau seorang suami memuji istrinya tidak perlu embel-embel. Apalagi, seperti ini, “Mama cantik banget, lebih cantik daripada pembantu depan rumah.” *
Purwokerto, 21 Juni 2024


Posting Komentar