Di grup WA ustazah sedang seru membahas "Sepatu yang Tertukar". Mirip judul sinetron kan? Keseruannya memang begitu, bila diceritakan membuat kita memegang perut alias kekel. Ya, sepatu-sepatu itu adalah hadiah dari komite unit SMP sehingga semua sepatu sama persis.
Bagi saya tidak masalah karena selalu ada dua pasang sepatu di sekolah. Kok bisa? Sudah sekian tahun saya meninggalkan sepatu dines di rak sepatu depan kelas. Pulang pergi selalu pakai sepatu bebas yang Alhamdulillah hitam juga. Sepatu ini mau hujan deras bagaimana pun tidak masalah, saya ikhlas. Kalau pantofel, ya kita sayang-sayang, makanya biarkan dia bertengger manis di rak saja.
"Terus bagaimana, Ustazah tidak pakai sepatu?" kata salah satu ustazah yang tanpa sadar memakai sepatu saya. Tenang saja.... ketika saya keluar dari ruang BK, tempat kejadian perkara, tidak menemukan sepatu dengan kode M, saya tinggal jalan ke depan 7D mengambil sepatu yang lain, lanjut mengajar di lantai 1.
Memang bagusnya kita membawa dua pasang sepatu. Banyak keuntungannya. Satu, tragedi Sepatu yang Tertukar bisa kita hadapi dengan santai saja. Dua, kita tampak selalu memakai sepatu datang ke sekolah. Bukan menggunakan sandal. Bayangkan, bila kita ke sekolah memakai sandal, gak bakalan kuasa untuk menegur anak yang ke sekolah pakai sandal. Betul, gak? Ketiga, ada kegiatan di SC pas becek, santai saja, sepatu cadangan menjadi solusi tepat.
Lah, kalau sepatu cadangan basah kuyup bagaimana? Pantofel lama masih setia di rumah. Namun, ada kejadian yang tidak terlupakan. Pernah Jumat pagi langsung ke SMA N Paguyangan karena diminta mengisi pelatihan menulis. Hari sebelumnya saya membawa pulang sepatu cadangan. Ya Allah, tidak mungkin saya ke sekolah dulu. Akhirnya dengan terpaksa dan membuat tidak PD, saya berangkat dengan sepatu buluk.
Purwokerto, 31 Agustus 2025


Posting Komentar