“Bahwa Bapak Nasirun Purwokartun memiliki rencana mengadakan pertemuan dengan 10 orang pecinta kepenulisan. Beliau akan bercerita lisan terkait Babad Banyumas. Audiens disilakan untuk menuangkan ke dalam tulisan dan mengembangkan daya serapnya dengan berpatokan pada babad yang sama. Dengan ini saya, Prapti Ciprut, bermaksud mengajak Saudara untuk masuk dalam kegiatan tersebut.”
Demikian bunyi pesan WA yang saya terima suatu pagi dari Mbak Prapti Ciprut, salah satu pengelola majalah berbahasa Jawa, Ancas, sekaligus teman di salah satu komunitas menulis. Rupanya kegiatan yang Mbak Prapti tawarkan bertajuk Lokasayaya Menulis Dongeng dan Read Aload Berdasarkan Naskah Kuno Babad Banyumas. Dalam KBBI, babad berarti cerita sejarah
“Kalau waktu berjodoh, insyaallah, Mbak,” demikian inti jawaban akhir yang saya berikan. Awalnya saya ragu karena terbayang dengan tulisan berbahasa Jawa. Bahasa Jawa saya bukan ngapak, tapi bahasa Jawa wetan (Jogja dan sekitarnya), orang sering menyebut bahasa Jawa badeg.
Sampailah pada waktu yang ditentukan, saya berangkat, Ahad, 6 Oktober 2024. Di sepanjang jalan, pikiranku terusik bahwa saya hanya mengenal satu orang, ya Mbak Prapti itu. Terbayang pula saya bakal bertemu wajah-wajah baru dan asing, bahkan dalam lingkungan yang asing pula.
Rupanya saya datang paling awal disambut Bu Nas. Bahkan, nama saya nangkring nomor satu di daftar hadir. Beberapa peserta lain menyusul berdatangan. Eh, ternyata ada satu orang tetangga satu perumahan, sekaligus orang tua siswa kelas 7F, Bu Juni. Yang lebih mengejutkan ada Pak Wanto Tirta, Presiden Geguritan Banyumas. Sudah lama saya mendengar nama beliau, sekarang malah berkegiatan yang sama.
Tanpa basa basi, acara dimulai tepat waktu, pukul 08.00 lebih sedikit. Suasana lesehan yang adem di rumah serba kayu jati dilengkapi rimbunnya pepohonan di kanan kiri bangunan. Pak Nasirun dengan sarung dan jas putih serta ikat kepala pun duduk di depan peserta. Meja kecil di depannya bertuliskan Tukang Dongeng Babad dilengkapi bendera merah putih.
Pak Nasirun adalah seorang kartunis, mantan Sekretaris Jenderal Kartunis Indonesia. Penggila buku sejak kecil ini memulai kariernya dari seorang kartunis di Solo. Bahkan beliau tercatat bekerja di 5 kantor kepenulisan. Tidak ayal bertahun-tahun ia menjalani pekerjaannya dengan hanya tidur satu jam sehari semalam.
Naskah asli Babad Banyumas tertulis dalam aksara Jawa. Inti buku tebal itu beliau ceritakan runtut tanpa jeda. Sepuluh tahun sudah, Pak Nas/ Kang Nas, panggilan akrabnya, membaca, menerjemahkan, menaskahkan, dan membukukan Babad Banyumas. Ia menelusuri sejarah mulai dari mengumpulkan data-data, menemui narasumber, mengunjungi masjid dan tempat-tempat yang berkaitan, sampai berkunjung ke makam-makan para tokoh. Singkatnya, Senin sampai Jumat beliau menulis. Setiap Sabtu – Ahad beliau berkeliling ke berbagai kuburan.
Dari naskah Babad Banyumas yang asli, sudah beliau sederhanakan dalam 101 buku dongeng agar bisa dinikmati semua lapisan masyarakat. Bahkan, penulis novel Penangsang ini bertekad untuk memasyarakatkan Babad Banyumas dengan mengadakan Festival Babad Banyumas pada 11 September 2024 sampai 22 Februari 2025. Beliau berharap dari buku-buku yang sudah ditulisnya, Babad Banyumas semakin disebarluaskan dengan berbagai kegiatan turunan, seperti pertunjukan lakon, Read Aload, cipta lagu, dan lain-lain.
Selanjutnya, Pak Nas mulai mendongeng sejarah Keris Gajahendra lengkap dengan karakter wayang ciptaannya. Semua peserta meyimak dengan saksama. Jujur otak saya tertaih-tatih mengikuti, apalagi dengan nama-nama tokoh yang lumayan asing. Namun, saya mencoba terus menikmati.
Kegiatan selanjutnya adalah berkunjung ke dalam rumah Pak Nas. Dengan penuh syukur dan bangga beliau menceritakan kekayaan buku-bukunya. Terutama buku-buku karangan para pendiri bangsa. Salah satunya buku Tan Malaka. Kini buku itu senilai dengan 105 juta rupiah.
Di dalam rumah beliau terdapat 42 lemari buku. Tentulah rak-rak itu berisi ribuan buku dan terdapat 400 buku yang belum sempat dibacanya. Selain mengoleksi buku, di ruang belakang terdapat satu ruang khusus untuk menyimpan mainan dan barang-barang kuno, pantasnya kita sebut museum. Di sana kita bisa melihat mesin ketik, lampu petromak, aneka stoples dengan isi aneka teh tubruk bungkus kertas, juga benda-benda lainnya. Bahkan, ada buku-buku pelajaran masa lampau yang sangat legendaris, yaitu buku bahasa Indonesia SD “Buku Ini Budi”.
Adapun aneka majalah dari Bobo, Kuntjung, Gatotkaca, Hai, sampai Femina dan Kartini dipajang di bagian depan rumah. Bahkan, meja sekolah kuno atau bangku sekolah terpajang di samping rumah. Ya, meja dan kursi siswa yang menyatu. Tidak salah Pak Nas menyambut pengunjung dengan slogan “Bertamu ke masa lalu”. Terlebih ada satu kendang kebo dan aneka perkakas rumah tangga serba kayu dan bambu yang digantung di seputar kendang tersebut.
(bangku sekolah masa lalu)
(Sedang praktik read Aload)
Selesai mengitari kekayaan di dalam rumah, kegiatan dilanjutkan dengan Read Aload dari para peserta. Pembacaan salah satu dongeng Babad Banyumas di hadapan anak-anak kecil. Anak-anak ini adalah siswa binaan yang sudah rutin belajar di sana. Kurang lebih 40 anak dibagi dalam dua kelompok. Tampak anak-anak itu menikmati dongeng yang dibacakan. Lebih-lebih dari komunitas Read Aload, mereka sudah mahir mendongeng.
Kegiatan selanjutnya adalah menulis dongeng berantai dalam dua kelompok. Dongeng tentang Sejarah Keris Gajahendra yang tadi sudah diperagakan Pak Nas. Tiap orang menulis 3 halaman. Tiap halaman terdiri dari 3 paragraf dan setiap paragraf maskimal 3 kalimat, sedangkan tiap kalimat maksimal 10 kata. Tugas ini hanya diberi waktu 15 menit. Berhubung belum mencapai akhir tulisan, tugas pun dilanjutkan di rumah. Saya termasuk dalam kelompok Mbak Prapti dengan jumlah anggota 8 orang.
Sebagai penutup, kegiatan ramah tamah dan makan siang. Setiap peserta mendapatkan suvenir buku dongeng Babad Banyumas. Pak Nas dan istri melayani pertanyaan peserta dengan sangat menguras emosi. Saya pun jadi mengetahui panjang lebar masa lalu dan perjuangan Pak Nas, termasuk awal mula kegilaannya pada buku, Menurutnya, saat kelas 6 SD, beliau sudah menghabiskan membaca semua buku di perpustakaan sekolah. Bahkan, sampai tamat SMA, beliau sudah menhabiskan 2000 buku. Adapun kariernya sebagai kartunis sudah dimulai sejak kelas 2 SMA awal beliau mendapatkan upah.
Perkenalan perdana, tetapi saya sudah mendapatkan banyak cerita, informasi, dan virus semangat yang luar biasa dan Pak Nasirun. Sosok yang sudah langka karena kemahirannya membaca aksara Jawa dan menguasai Babad Banyumas. Sebelum pulang, kami pun foto bersama dan meneriakkan semangat, “Membaca Babad, Memajukan Banyumas.”
Purwokerto, 8 Oktober 2024


Posting Komentar